Banyak yang salah menyebutkan nama untuk Gunung Ceremai. Umumnya masyarakat menyebut Gunung Ceremai dengan sebutan Gunung Ciremai, sebagai akibat kebiasaan karena banyaknya nama daerah di tanah Pasundan yang diawali dengan ‘Ci-‘. Nama gunung ini diambil dari pohon perdu yang memiliki buah bulat, berwarna kuning saat matang dan rasanya sangat masam, terkadang dijadikan penambah rasa asam makanan, yakni buah cereme (Phyllanthus acidus). Selain itu, berikut ini info lainnya mengenai Gunung Ceremai.
Gunung Ceremai merupakan gunung berapi yang masih aktif yang berada di 2 kabupaten, yakni Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Gunung tertinggi di Jawa Barat yang memiliki ketinggian 3.084 mdpl ini memiliki 2 kawah aktif, yakni kawah barat berradius 400 meter yang dipotong kawah timur berradius 600 meter.
Gunung Ceremei di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Ceremei (TNGC) yang memiliki luas total 15.000 hektare. Gunung ini menjadi salah satu gunung favorit para pendaki lantaran memiliki trek jalur pendakian yang menantang, terutama jalur Linggarjati. Selain itu, pemandangan di puncaknya juga menkajubkan, pemandangan alam terbuka dan kawah yang memesona, serta jika beruntung bunga edelweis bermekaran di sekitar puncak.
Untuk mendaki Gunung Ceremai ada 3 jalur pendakian, yakni jalur palutungan dari Desa Palutungan, jalur Linggarjati dari Desa Linggarjati yang berada di Kabupaten Kuningan, serta jalur Apuy dari Desa Apuy yang berada di Kabupaten Majalengka. Serta satu jalur baru yakni jalur Linggasana dari Desa Linggasana di Kabupaten Kuningan yang melintasi pertigaan Linggarjati. Dari semua jalur, yang harus diperhatikan adalah air karena sumber air di semua jalur tidak banyak.
Vegetasi di Gunung Ceremai terbagi atas 4 zona. Pertama zona hutan pegunungan bawah yang menjadi sumber kehidupan masyarakat dan wilayahnya berupa permukiman, pertanian dan perkebunan. Adapun hutan di zona pegunungan bawah berupa hutan tidak alami, sudah banyak campur tangan manusia di dalam keragaman hutannya, terutama saat dulu Perum Perhutani sebagai pengelola menjadikannya hutan produksi yang banyak ditanami pohon pinus.
Kedua adalah zona hutan pegunungan atas yang memiliki hutan yang masih alami. Ketiga zona hutan pegunungan sub alpin yang memiliki pepohonan kerdil dan batang yang kecil karena adaptasi dengan kondisi ketinggain 3000-an mdpl dan tidak semua bisa beradaptasi di kondisi ekstrem. Keempat adalah zona wilayah terbuka tak berpohon yang ada di sekitar puncak gunung. []