“Kau tahu, nak, kalau belum kaurasakan getirnya andaliman maka belum kaurasakan bumbu surga yang sebenarnya.” —Celoteh Opung
Sore itu kami saling berhadapan dan membahas tentang keindahan tanah kelahiran opung. Rambutnya yang memutih dan tangannya yang mulai keriput dengan berapi-api menceritakan setiap detail Kota Balige. Sesekali opung menyeruput kopi hitamnya dan menegaskan untuk mencoba andaliman dalam setiap bumbu masakan. “Kau perempuan, jadi masaklah pakai andaliman biar anak-anakmu nanti tahu rasanya bumbu surga itu.”
Rentang waktu berjalan, percakapan ini terkunci dalam pintu ingatan yang tak segar lagi. Jangankan mencoba si “andaliman”, terpikir untuk menjejakkan kaki ke Tanah Batak pun tak pernah terlintas.
Lima tahun kemudian sejak percakapan itu, suatu panggilan yang merayu hati dan kaki melangkah ke kota tua itu. Sejujurnya, membayangkan tujuh jam perjalanan dari pusat Kota Medan saja sudah lelah. Namun, karena petuah opung yang harus ditunaikan dan sudah dikaruniai seorang anak, maka aku mencoba memburu andaliman dan melihat keindahan Kota Balige.
Tepat Pukul 08.00 WIB, kami tiba di Kota Balige sambil menelusuri di mana letak surga itu. Mobil terus berjalan pelan dan kepalaku tak berhenti celingak-celinguk mencari tempat perhentian yang tepat untuk sarapan pagi.
Sesekali aku menunjuk warung mi yang rasa-rasanya enak untuk mengisi lambung yang kosong setelah semalaman di perjalanan. Namun, keluarga menggeleng sambil mencari makanan yang harus disertai dengan andaliman.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sekitar lima menit dari Kota Balige menuju arah Tarutung terdapat Warung Pizza Andaliman. Bingo, semua penumpang yang budiman menyetujui untuk berhenti di warung tersebut. Akhirnya kami memutar kendaraan karena warung berada di sebelah kanan.
Wajah kelelahan terpancar dari seisi mobil. Tak berapa lama, pelayan ramah dengan logat khas Balige pun menyapa, “Mau pesan apa, kak? Di sini ada menu spesial Pizza Andaliman dan minuman teh Sangge.” Rasaku dalam hati, ternyata Balige tak sekampung yang kukira. Bayangkan saja, ada pizza dengan tekstur Italia namun bercita rasa Balige.

Warung yang dikelilingi dengan pepohonan, terdapat tempat bermain anak, perpustakaan mini, lesehan dan free wifi menghibur kami sambil menanti hidangan internasional ala Toba. Tak sampai 15 menit, pizza dengan topping sosis, jagung manis, keju, dan ikan teri medan tersaji di meja kayu. Wow, kapan lagi ikan teri ada di pizza? Cuma ada di Balige—dilengkapi dengan bumbu andaliman, saus, dan mayones.
Pertama kena di lidah, rasanya luar biasa. Nyatalah bumbu surga yang diceritakan opung. Getirnya di lidah ditambah dengan lembutnya pizza menyatukan rasa yang sulit untuk dilupakan. Saat dikunyah, ikan teri medan seolah mengaduk perasaan membentuk kolaborasi makanan modern dan etnik yang sempurna.
Tak cukup hanya 1 piring, walaupun cuma berempat kami memesan tambahan 2 piring pizza lagi. Walau berada di Tanah Batak, jangan kuatir karena pizza ini 100% dijamin halal. Kerennya, warung ini bersih karena semua tertata rapi dan tong sampah lengkap di semua sudut.
“Mission accomplished,” celetukku, karena anak dan keluarga sudah dibawa merasakan getirnya andaliman sang bumbu surga. Tiba-tiba anakku berkomentar, “Mak kita belum ke danau, kan?” Sang pelayan dengan gamblangnya mengatakan, “Oh, Danau cuma 10 menit saja dari sini.” Dibereskannya piring seraya memberikan bon.
What?!! 1 loyang/piring pizza cuma Rp35.000 dengan rasa dan sajian yang ditampilkan sangat menawan hati, maka cukup murah bila dibandingkan dengan toko sebelah yang belum tentu bumbunya masih segar atau sudah kadaluarsa. Ah, seandainya ada kesempatan kelak ingin merasakan kembali nikmatnya Pizza Andaliman yang benar-benar pecah di mulut.
Selanjutnya, mari kita menikmati putaran roda untuk memburu sekeping surga di negeri andaliman ini. Benar saja, tak sampai 10 menit kembali ke arah kota Balige kami menemukan Pantai Lumban Bul-Bul.
Kataku: “Ada Apa Dengan Bul-Bul?”
Nama yang unik, sampai saat ini aku juga tak tahu artinya Bul-Bul. Namun, lupakan sejenak tentang nama. Ada hal yang ingin kuutarakan tentang kepingan surga yang terletak di Kota Balige.
Pertama masuk dan menuju parkiran langsung disambut dengan tulisan kekinian di setiap daerah wisata yaitu “Pantai Lumban Bul-Bul”. Pagi itu tepat pukul 10.00 WIB, udara terasa segar dan awan pun mendukung dengan gumpalan putih cerah di langit. Bersyukurnya, jam segini belum banyak pengunjung yang datang jadi kami bisa eksplor lebih banyak tempat ini.
Di sepanjang pesisir pantai terdapat pondok-pondok penuh dengan bunga. Ada yang merah dan ada yang putih, setiap hari kusiram selalu, mawar melati semuanya indah. Halah… Menariknya, salah satu pondok bertirai dan berusaha membujuk raga untuk melepas kelelahan.

Ukuran pondok sekitar 2 x 3 meter berjajar rapi di sepanjang pantai. Setiap pemilik menghiasi pondok mereka dengan kreasi agar menarik pengunjung yang hadir. Sama seperti bunga, pondok-pondok tersebut juga penuh warna-warna cerah.
Hamparan pasir putih memaksa kami untuk duduk dan bermain. Satu kata “bersih”, ya tempat ini bersih, tertata rapi, indah, dan sepanjang mata memandang belum ada sampah yang ditemui.
Sekejap mataku tertuju pada sebuah arena selfie yang lagi hits di banyak tempat wisata. Terdapat papan pengumuman kecil di sebelah kanan bawah: “Cukup membayar Rp3.000, Anda dapat foto sampai habis memory. Namun ingat yang ngantri.” Sejenak tertawa dalam hati, namun karena saat itu tidak ada penjaga yang menunggu maka aku pun berfoto-foto ria tanpa membayar sepeser pun.
Tak berapa lama anakku mulai berontak untuk bermain dengan kapal-kapalan, banana boat, serta ingin menjelajah danau dengan kapal kecil. Semula ragu untuk membiarkan mereka bermain, karena keamanan dan biaya. Namun, setelah berbincang dengan sang pemilik permainan pantai, biaya cukup terjangkau. Bayangkan saja, mengarungi Danau Toba cukup membayar Rp10.000/orang. Tak hanya itu, para wisatawan juga dihibur dengan musik Toba yang mungkin asing bagi pengunjung. Tapi itulah tambahan pelayanan yang tidak bisa ditolak. Jadi, nikmatilah!
Karena perjalanan ini dibintangi oleh Mbak sang penjaga si kecil, maka satu hal yang tidak bisa ditinggalkannya adalah Sholat 5 waktu. Semula cukup ragu apakah di tempat wisata ini memiliki musala. Ternyata semua fasilitas cukup lengkap tersedia termasuk tempat ibadah. Maka lancarlah dunia-akhirat, selamat beribadah, Mbak Miem….

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB, sangat puas menjelajah sekeping surga yang terjatuh di Balige ini yang dinamakan Bul-Bul. Saatnya merasakan dinginnya air Pantai Bul-Bul. Kami mulai merendamkan kaki dan akhirnya riuh di dalam pantai.
Kebahagiaan kami disambut ikan-ikan kecil yang wara-wiri dan tentunya menjadi mainan baru untuk si kecil. Tiba saatnya membersihkan seluruh tubuh dan mencari kamar mandi. Wow, dugaan yang dibantahkan oleh fakta. Semula pasti mikir kalau toilet di tempat wisata terkenal jorok dan penuh lumut, namun di sini toilet bersih dan tertata rapi. Bahagianya, tersedia pondok-pondok kecil untuk mengantre.

Di akhir perjalanan kami ingin mengunjungi salah satu perhentian di ujung pantai yang di namakan Dermaga Bul-Bul. Tempat di mana bisa menatap seluruh pantai dan pulau-pulau yang mengelilingi Pantai Bul-Bul. Sembari menyeruput kelapa muda yang dibanderol Rp10.000/buah, kami menanti tenggelamnya matahari.
Setelah puas memandang indahnya salah satu mahakarya Sang Pencipta, dengan wajah kebahagiaan kami bergegas pulang. Saat tiba di parkiran, seorang anak menawarkan makanan yang dinamakan “ombus-ombus”, makanan ringan yang terbuat dari tepung dan kelapa. Cukup membayar Rp1.000/bungkus maka kita sudah merasakan cita rasa Tanah Batak yang seutuhnya.
Dalam hati berkata, “Pung, tak hanya andaliman yang sudah kucicipi, sekeping surga pun sudah kuarungi plus snack surga yang dinamakan ombus-ombus.”
Kalau kau tak bisa membelikan sebidang tanah untuk tetua, maka eksekusilah petuahnya.[]
Duh mbak, saya jadi kepingin main ke sana. Mencicipin Andaliman dan merasakan sekeping surga dsana. Indah banget mbak
Pizza rasa andaliman boleh dicoba nih…
Tempatnya keren banget ini mah. Danau Toba ya.